Senin, 25 November 2013

Askep Kolitis Ulseratif



BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang
Gangguan sistem pencernaan tidak secara langsung menyebabkan kematian bagi penderita. Namun hal ini menyebabkan beberapa penderita mencari pertolongan medis. Salah satu gangguan sistem pencernaan yaitu kolitis ulseratif.
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Nyeri abdomen, diare, perdarahan rektum merupakan gejala dan tanda yang terpenting. Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripte lieberkhun, yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa. Puncak penyakit ini adalah antara usia 12 dan 49 tahun dan menyerang jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Insiden yang lebih tinggi dari kolitis ulseratif terlihat dalam orang kulit putih dan orang-orang keturunan Yahudi.Kolitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun kolitis ulseratif tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan komponen. Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006).

B.       Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat :
1.    Memahami pengertian kolitis ulseratif dan penyebabnya.
2.    Memahami patofisiologi dan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada kolitis ulseratif.
3.    Melaksanakan pengkajian keadaan kesehatan pada klien dengan kolitis ulseratif.
4.    Menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan kolitis ulseratif.
5.    Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan kolitis ulseratif berdasarkan hasil pengkajian.


C.       Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menggunakan metode studi kepustakaan.

D.      Sistematika Penulisan
BAB I      :  Pendahuluan :
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan penulisan
C.     Metode Penulisan
D.    Sistematika Penulisan

BAB II     : Tinjauan teoritis :
A.  Konsep dasar kolitis ulseratif
1.    Pengertian
2.    Anatomi dan fisiologi kolon
3.    Etiologi
4.    Faktor yang mempengaruhi kolitis
5.    Patofisiologi
6.    Manifestasi klinik
7.    Komplikasi
8.    Penatalaksanaan
9.    Pemeriksaan penunjang
10. Pemeriksaan diagnostik
B.  Konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan kolitis ulseratif
1.    Pengkajian
2.    Diagnosa keperawatan
3.    Perencanaan

BAB III    :  Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Konsep dasar Kolitis Ulseratif

1.      PENGERTIAN
Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal, 461)
Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran mukosa kolon (Monica Ester,2002,hal,56).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis Ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rektum yang menyebabkan luka atau lesi dan berlangsung lama.

2.      ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON
Usus besar atau kolon berbentuk saluran muscular berongga yang membentang dari sekum hingga kanalis ani dan dibagi menjadi sekum, kolon ( assendens, transversum, desendens, dan sigmoid ) dan rektum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus kedalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengontrol keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kerang lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.
Usus besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit.Ciri khas dari gerakan usus adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi.Peristaltik mendorong feses ke rektum dan meenyebabkan peregangan dinding rektum dan aktivasi refleks defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan, membantu penyerapan zat-zat gizi dan membuat zat-zat penting.Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air sehingga terjadilah diare ( Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk, 2008, hal 60)

3.      ETIOLOGI
Etiologi kolitis ulseratif tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenesis kolitis ulseratif. Antibody antikolon telah ditemukan dalam serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limposit dari penderita kolitis ulseratif merusak sel epitel pada kolon.
Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif, namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus.
Menderita kolitis ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan penyebab atau akibat efek ini, kolitis ulseratif tidak sebabkan oleh distres emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal, 462).

4.        FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLITIS
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kolitis yaitu :
1)   Faktor genetik
Sebuah genetik komponen ke etiologi kolitis ulseratif dapat didasarkan pada hipotesis berikut :
a.  Agregasi dari kolitis ulseratif dalam keluarga
b.  Insiden etnis perbedaan dalam insiden
c.  Penanda genetik dan keterkaitan
2)   Faktor-faktor lingkungan
Banyak hipotesis telah dibesarkan kontribusi lingkungan kepatogenesis lingkungan kolitis ulseratif meliputi :
a.  Diet : sebagai usus besar terkena banyak zat-zat makanan yang dapat mendorong peradangan, faktor-faktor diet yang telah dihipotesiskan untuk memainkan peran dalam patogenesis dari kedua kolitis ulseratif dan penyakit crohn.
b.  Diet rendah serat makanan dapat mempengaruhi insiden kolitis ulseratif
c.  Menyusui: ada laporan yang saling bertentangan perlindungan menyusui dalam perkembangan penyakit inflamasi usus.

5.      PATOFISIOLOGI
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif adalah pada usia 30 sampai 50 tahun.
Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek, dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat terjadi pada ileum terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskuler terutama pada kolon distal dan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didapatkan pada penyakit ini, melainkan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis yang reversibel
Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah. (Harrison, 2000, hal 161)


6.      MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah  berupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami :
            a.       Anemia
            b.      Fatigue/ kelelahan
            c.       Berat badan menurun
            d.      Hilangnya nafsu makan
            e.       Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
            f.       Lesi kulit ( eritoma nodusum )
            g.      Lesi mata ( uveitis )
            h.      Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
            i.        Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
            j.        Perdarahan rektum
            k.      Kram perut
            l.        Sakit pada persendian
          m.    Anoreksia
          n.      Dorongan untuk defekasi
          o.      Hipokalsemia (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

7.      KOMPLIKASI
          a.       Megakolon toksik
          b.      Perforasi
          c.       Hemoragi
          d.      Neoplasma malignan
          e.       Pielonefritis
          f.       Nefrolitiasis
          g.      Kalanglokarsinoma
          h.      Artritis
          i.        Retinitis, iritis
          j.        Eritema nodusum (Brunner & Suddarth, 2002)



8.      PENATALAKSANAAN
            a.       Penatalaksanaan Medis
·         Terapi Obat - obatan
Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatif dan antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi feses pasien mendekati normal.
Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau sulfisoxazol (gantrisin) biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan dan sedang. Antibiotik digunakan untuk infeksi sekunder, terutama untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan peritonitis. Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1107-1108).
·         Pembedahan
 Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis ulseratif bila penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit diatasi, intervensi bedah biasanya diindikasi untuk kolitis ulseratif. Pembedahan dapat diindikasikan pada kedua kondisi untuk komplikasi seperti perforasi, hemoragi, obstruksi megakolon, abses, fistula, dan kondisi sulit sembuh.(Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007, hal 323-324)

b.      Penatalaksanaan Keperawatan
            ·         Masukan diet dan cairan
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan terapi suplemem vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak- seimbangan cairan dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya makanan yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat menimbulkan diare pada individu intoleran terhadap lactose.Selain itu makanan dingin dan merokok juga dapat dihindari, karena keduanya dapat meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi parenteral total dapat diberikan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106-1107).
             ·         Psikoterapi
Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108).

9.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.  Gambaran Radiologi
·         Foto polos abdomen
·         Barium enema
·         Ultrasonografi ( USG )
·         CT-scan dan MRI
B.     Pemeriksaan Endoskopi ( Pierce A.Grace & Neil.R.Borley, 2006, hal 110 )

10.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·         Contoh feses ( pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama penyakit ) : terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
·         Protosigmoi doskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi.
·         Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
·         Enema barium, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi.
·         Kolonoskopi : mengidentifikasi adosi, perubahan  lumen dinding, menunjukan obstruksi usus.
·         Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah
·         ESR : meningkat karena beratnya penyakit. Trombosis : dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
·         Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. (Brunner & Suddarth, 2002).




B.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolitis Ulseratif

1.    Pengkajian
1.    Identitas
1)   Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pemeriksaan, diagnosa medis.
2)   Identitas penanggung jawab
Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan  klien.

2.    Keluhan utama
Biasanya pada klien yang terkena kolitis ulseratif mengeluh nyeri perut, diare, demam, anoreksia.

3      Riwayat kesehatan
-  Riwayat kesehatan sekarang
Perdarahan anus, diare dan sakit perut, peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.
-  Riwayat kesehatan dahulu
Untuk menentukan penyakit dasar kolitis ulseratif. Pengkajian predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.

4.    Pemeriksaan Fisik
a)   Keadaan umum
b)   Vital sign, meliputi
- Tekanan darah      : Dalam batas normal (120/80 mmHg)
- Nadi                     : Takikardia atau diatas normal (> 100 x/menit)
- Suhu                     : Klien mengalami demam (> 37,5o C )
- Respirasi               : Dalam batas normal (16- 20 x/menit)



c)      Pemeriksaan sistem tubuh
            ·         Sistem pencernaan                  : -  Terjadi pembengkakan pada abdomen
                                                            -  Nyeri tekan pada abdomen,
                                                            -  Bising usus lebih dari normal (normalnya 5-35 x/menit)
                                                            -  Anoreksia

           ·         Sistem pernafasan                   :  Respirasi normal (16-20 x/menit).

           ·         Sistem kardiovaskuler             :  Peningkatan nadi (takikardi)

           ·         Sistem neurologi                     : - Peningkatan suhu tubuh (demam)
                                                          -  Kelemahan pada anggota gerak

          ·         Sistem integumen                    :  Kulit dan membran mukosa kering dan turgornya jelek.  

          ·         Sistem musculoskeletal           :  Kelemahan otot dan tonus otot buruk
 
          ·         Sistem eliminasi                      : - Pada saat buang air besar mengalami diare
                                                         -  Feses mengandung darah

d)     Pola aktivitas sehari-hari berhubungan dengan :
-  Aspek biologi     : Keletihan, kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan.
-  Aspek psiko       : Perilaku berhati-hati, gelisah.
-  Aspek sosio        : Ketidakmampuan aktif dalam sosial.

5.    Pemeriksaan Diagnostik
·      Kolonoskopi, ulserasi panjang terbagi oleh mukosa normal yang timbul di kolon kanan.
·      Enema barium disertai pemeriksaan sinar X dan sigmoidoskopi akan memperlihatkan perdarahan mukosa disertai ulkus
·      Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan penurunan kadar kalium

2.    Diagnosa Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan kolitis ulseratif :
          1.      Diare berhubungan dengan proses inflamasi
          2.      Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristaltik dan inflamasi
          3.      Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan pembatasan diet,  mual,     
                dan malabsorpsi
          4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.

3.    Perencanaan
·         Diagnosa 1  : Diare berhubungan dengan proses inflamasi
 Ø  Definisi  :
Pengeluaran feses lunak dan tidak bermasa ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
 Ø  Tujuan   :
Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi secara adekuat
 Ø  Kriteria hasil   :
-   Turgor kulit kembali normal
-   Input dan output seimbang
-   Membran mukosa lembab

Intervensi
Rasional
Mandiri
-       Awasi masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, perkirakan kehilangan yang tak terlihat misalnya berkeringat.

-       Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu)



-       Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat
-       Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring: hindari kerja

Kolaborasi
-       Berikan cairan parenteral (infus)



-       Pemberian obat anti diare

-        Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.


-        Hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukan respon terhadap dan efek kehilangan cairan.

-        Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi

-        Kolon distirahatkan untuk menyembuhkan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.

-        Cairan parenteral membantu mengganti cairan elektrolit untuk memperbaiki kehilangan cairan.

-        Menurunkan kehilangan cairan dari usus


·       Diagnosa 2            : Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristaltik dan
  inflamasi
  Ø  Definisi                 :
pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual / potensial/ digambarkan dengan istilah seperti ( International Asociation for the study of pain ) : awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisispasi atau dapat diramalkan dan durassinya kurang dari enam bulan ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                   :
Mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman.
  Ø  Kriteria hasil          :
-   Klien tampak rileks
-   Klien tidak mengeluh nyeri lagi
                                   
Intervensi
Rasional
Mandiri
-       Observasi tingkat nyeri, lokasi nyeri, frekuensi dan tindakan penghilang yang digunakan.

-       Berikan pilihan tindakan nyaman : dorong teknik relaksasi, distraksiaktifitas hiburan

Kolaborasi
-       Pemberian obat analgetik

-       Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan keefektifan intervensi.

-       Meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian : dapat meningkatkan koping

-       Dapat membantu mengurangi nyeri


·         Diagnosa 3         : Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan pembatasan diet,  mual, dan malabsorpsi
  Ø  Definisi              :
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                :
Memenuhi dan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
  Ø  Kriteria Hasil      :
-     Berat badan meningkat
-     Pola eliminasi kembali normal  

Intervensi
Rasional
Mandiri
-     Timbang berat badan tiap hari.


-     Anjurkan istirahat sebelum makan.


-     Berikan kebersihan oral.


-     Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (misalnya produk susu).


Kolaborasi
-     Pertahankan puasa sesuai indikasi.



-     Kolaborasi dengan tim gizi, untuk Tambahkan diet sesuai indikasi misalnya cairan jernih maju menjadi makanan yang dihancurkan. Kemudian protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat sesuai indikasi.

-     Berikan obat sesuai dengan indikasi.


-     Berikan nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.

-    Memberikan informasi tentang kebutuhan diet atau keefektifan terapi.

-    Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

-    Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

-    Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.




-    istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan malabsorpsi atau kehilangan nutrisi.

-    Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan.



-    Membantu dalam mengatasi masalah malabsorpsi nutrisi.

-    Program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi penting.


·         Diagnosa 4         : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan
  Ø  Definisi              :
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                :
Mengembalikan kemampuan pasien dalam beraktivitas
  Ø  Kriteria hasil       :
Klien dapat beraktivitas dengan normal kembali



Intervensi
Rasional
-       Memfasilitasi aktivitas yang tidak dapat pasien lakukan.

-       Memberi motivasi



-       Lakukan latihan gerakan pada pasien
-       Dapat membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

-       Motivasi akan memberi dorongan pasien untuk dapat melakukan aktivitas kembali.

-       Mengembalikan kemampuan gerak pasien.



BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah penyakit radang usus besar pada kolon dan rektum yang berlangsung lama yang menyebabkan luka atau lesi. Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui. Faktor yang berperan dalam penyakit kolitis ulseratif adalah faktor genetik karena sistem imun dalam tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Faktor lingkungan juga berpengaruh misalnya diet, diet rendah serat makanan dan menyusui. Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare, nyeri abdomen, tanesmus, dan perdarahan rektal. Tindakan medis yang dilakukan dengan cara memberi terapi obat-obatan dan dilakukan pebedahan. Sedangkan tindakan keperawatannya masukan diet dan cairan dan psikoterapi.

B.       Saran
Sebagai perawat kita harus mengerahui gejala-gejala yang ditimbulkan dari kolitis ulseratif. Sehingga perawat tepat dalam membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kolitis ulseratif.


DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta : EGC.

Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007. Buku saku keperawatan edisi 5. Jakarta : EGC.

Grace A.Pierce & Neil.R.Borley.2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Gelora Aksara Pratama.

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama, Jakarta : EGC

Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk. 2008. Endoskopi Gastrointestinal, Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

1 komentar: